Senin, 29 November 2010

Izzatul Islam – Sang Murabbii

Ribuan langkah kau tapaki
Pelosok negri kau sambangi
Ribuan langkah kau tapaki
Pelosok negri kau sambangi
Tanpa kenal lelah jemu
Sampaikan firman Tuhanmu
Tanpa kenal lelah jemu
Sampaikan firman Tuhanmu
Terik matahari
Tak surutkan langkahmu
Deru hujan badai
Tak lunturkan azzammu
Raga kan terluka
Tak jerikan nyalimu
Fatamorgana dunia
Tak silaukan pandangmu
Semua makhluk bertasbih
Panjatkan ampun bagimu
Semua makhluk berdoa
Limpahkan rahmat atasmu
Duhai pewaris nabi
Duka fana tak berarti
Surga kekal dan abadi
Balasan ikhlas di hati
Cerah hati kami
Kau semai nilai nan suci
Tegak panji Illahi
Bangkit generasi Robbani..

Senin, 01 November 2010

bencana alam

Belum usai air mata yang jatuh, kini tangisan dan air mata kembali kita saksikan. Lagi lagi bencana alam mendera kembali negeri ini. Mulai dari bencana banjir, tanah longsor, gunung meletus, gempa bumi bahkan tsunami yang rasanya tak henti hentinya menghiasi pemadangan siaran televisi saat ini. Bencana yang silih berganti ini seakan tak pernah jera menghampir bumi nusantara ini.

Meski banyak bencana yang melanda negeri ini, namun sepertinya pemerintah lagi-lagi kurang tanggap dengan musibah yang dialami oleh rakyatnya. Penanganan terhadap bencana yang melanda belakangan ini seakan hanya tontonan yang mengiris hati yang setiap saat bisa dinikmati dilayar TV.

Gempa bumi yang disusul tsunami yang menerpa Kepulauan Mentawai pada 25 Oktober 2010 memperlihatkan ketidakberdayaan pemerintah itu. Pemerintah tidak sigap, bahkan sangat tidak siap untuk mengatasi dampak bencana yang telah merenggut nyawa sekitar 500 orang dan menyebabkan puluhan ribu lainnya mengungsi.

Ketidaksigapan pemerintah sangat jelas terlihat dari penanganan korban. Hingga hari keenam, kondisi korban di Pulau Pagai Utara dan Pagai Selatan masih sangat memprihatinkan. Belum ada penanganan yang efektif untuk mengatasi keadaan pascabencana. Berbagai dalih dilontar oleh para elite untuk menangkis berbagai tudingan atas ketidaksigapan pemerintah dalam menangani tragedi bencana alam yang terjadi saat ini.

Bahkan belum usai bencana tsunami ditangani dengan baik oleh pemerintah, tragedi meletusnya gunung merapi di Yogyakarta serta banjir yang melanda di hampir seluruh wilayah indonesia ini makin membuat pemerintah kelimpungan. Badan Nasional Penanggulangan Bencana(BNPB) tidak bisa bekerja dengan efektif. Alasan klise yang selalu jadi bahan perbincangan yang cukup sinis di berbagai media adalah minimnya dana yang dimiliki oleh BNPB. Namun dalih yang di lontarkan oleh pemerintah karena minimnya dana seakan berbanding terbalik dengan anggaran yang dikeluarkan untuk anggota DPR.

Dari beberap media yang mengulas tetang pengeluaran dana pemerintah, ternyata anggaran dana justru banyak di keluarkan untuk anggota dewan, baik itu untuk dana plesir dengan label study banding, atau dana perbaikan rumah dinas dan dana dana lain yang ternyata nilainya sungguh fantastis. Rp 170 Miliar anggaran untuk studi banding dan anggaran pembelian funitur rumah dinas presiden Rp 42 miliar, sementara bantuan sosial untuk penanggulangan bencana Rp. 3.792,8 miliar.

Akibat kurang tanggapnya pemerintah dalam menyikapi terjadinya bencan alam ini, banyak masyarakat yang terkena bencana alam masih hidup di barak pengungsian. Entah sampai kapan penderitaan mereka ini akan teratasi dengan baik oleh pemerintah. Anggota DPR yang seharusnya lebih gigih memperjuangkan nasip mereka ternyata lebih asyik dengan "mainan" mereka masing-masing. Kepedulian dan empaty anggota DPR rasanya sudah tidak ada lagi. Kepekaan terhadap penderitaan rakyat yang seharusnya ia perjuangkan ternyata hanya janji janji yang mereka dengungkan saat mereka melakukan kampanye.

Untungnya masih ada sebagian masyarakat kita yang peduli dengan penderitaan mereka yang terkena musibah. Beberapa elemen masyarakat tanpa dikomando langsung bergerak cepat melakukan penggalangan dana. Sepak terjang elemen masyarakat yang peduli terhadap mereka yang terkena musibah ini makin memberikan ketimbangan terhadap gerak pemerintah yang begitu lambat dalam menangani bencana yang terjadi di negeri ini.

Pertanya terbesar adalah, sampai kapan masyarakat bisa merasakan kenikmatan hidup di negerinya sendiri? Adakah mereka yang duduk di kursi "emas" itu akan terbuka mata hatinya untuk memberikan yang terbaik bagi kelayakan hidup rakyat yang selama ini telah memberikan kepercayaan untuk memperjuangkan nasip mereka?